Senin, 22 November 2010

Urban Art Fest 2010, tak sekedar “Kami Ada”


Seni rupa punya caranya sendiri untuk bicara dan menghampiri public dengan bahasa visualnya, baik perupa gambar, gerak atau suara. Disadari atau tidak, dunia seni sudah sedemikian majunya, oleh sebab itu karya seni tidak harus kaku sesuai pakem yang ada. Urbant Art sebagai seni yang lebih memasyarakat diharapkan dapat menjadi jembatan antara seniman, sebagai pelaku seni, karya seni dan penikmat seni.

“Street Art berupa yang biasa berupa gambar, mural maupun graffiti bukan sekedar corat-coret” demikian kata sambutan ketua acara pameran Urban Art Fest 2010 di Solo. Acara yang digelar di Gedung Kesenian Solo (GKS) pada jum’at, 19 November 2010 kemarin ternyata mendapat apresiasi yang cukup luar biasa dari masyarakat Solo dan luar kota seperti Jakarta dan Yogyakarta. Ketika pameran belum dibuka, banyak penonton yang datang langsung disuguhi performance street art dari Artcoholic (Jakarta), Horny Street (Jogja) dan As Decade (jogja).

Tajuk pameran Urban Art Fest 2010 yang pertama di Solo ini adalah “Kami Ada’, adalah bukti bahwa di Solo sendiri ada pergerakan seni. Dan ternyata banyak juga artis street art dari kota Solo ini, diantaranya Scrap, Cre 2, Senyum Manis, Zemb Street, Weast East, Urgasm Sistar Klan, Joy, The Bloker dan Sickness Comics.

Animo masyarakat sendiri cukup seru, cukup menarik buktinya ruang pameran yang cukup luas tersebut menjadi penuh sesak oleh ratusan orang, seperti hendak menonton sirkus. Karya yang ditampilkan dalam acara ini sangat beragam, mulai dari gambar, mural, graffiti, art toys dan fotografi. Media yang digunakanpun bermacam-macam, seperti kanvas, harboard, tembok, kardus dan kaleng pilox bekas serta beberapa benda yang ada disekitar disulap menjadi benda yang mempunyai nilai seni yang layak dikoleksi. Tema yang diusungpun variatif, mencakup kehidupan masyarakat sekitar pada umumnya, dengan berbagai macam konflik dan problematika yang ada didalamnya meliputi social, politik dan budaya. Selain menikmati pameran yang cukup membuat mata terbelalak dan mata menganga, telinga penontonpun dimanjakan dengan acara Gig’s Music, band-band indie local, The Frantic, Funday, All Strar Rigt, Scronk, Lily Jumperi, No Stereo Yellow yang diadakan di teater GKS.

Semoga tidak berhenti disini saja, dari pameran semacam ini diharapkan generasi muda tertantang untuk lebih kritis dan lebh kreatif lagi. Jika di Jogja seni jalanan mendapatkan respom yang positif dari Pemkot dan Pemda, mudah-mudahan di Solo juga bisa seperti itu. Tidak mudah memang, butuh waktu, proses, saling support dari pelaku seni itu sendiri, masyarakat dan Pemkot setempat. Dengan Solo Urban Art Fest 2010 anak muda telah membuktikan bahwa seni jalanan bukan corat-coret semata, tetapi kebebasan berekspresi itu juga bertanggungjawab.


Arum Setiyadi
Pegiat Seni di GKS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar