Sabtu, 30 Oktober 2010

Semangat Baru dalam Sumpah Pe[rupa]muda

Riuh pengunjung tampak di Gedung Kesenian Solo (GKS) dalam acara pembukaan FamiliArt Exhibition, sebuah ajang pameran seni rupa yang diadakan oleh 24 perupa muda Solo untuk memperingati hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 2010. Acara pameran yang mengusung tema Keluarga seni rupa ini dibuka jam 20.00 WIB dengan diawali acara perfomance art yang disajikan oleh dua perupa pelajar (Heri dan Candra) serta satu perupa muda mahasiswa (Timin). Dalam ruang pamer yang berukuran 4x20m dipajang sekitar 30 karya seni rupa yang didominasi oleh karya lukisan dan beberapa karya komik.

Diskusi Sumpah Pe(rupa)muda yang dilakukan setelah acara pembukaan pameran menjadi titik tolak bertemunya banyak komunitas maupun pegiat seni rupa berbasis anak muda untuk saling berbagi dan membicarakan pergerakan seni rupa. Diawali dengan melakukan pemetaan masalah seni rupa di Solo berbagai pandangan terlontar dari peserta diskusi, diantaranya tentang penyelenggaraan pameran yang selama ini ada, kerja jaringan yang belum terbentuk dengan baik dan lemahnya wacana seni rupa.
Intensitas penyelenggaraan acara pameran beserta kualitas karyanya masih saja menjadi perdebatan yang seru, beberapa anggapan bahwa menyajikan karya-karya yang “berkualitas” lebih penting daripada meningkatkan intensitas pameran memicu diskusi semakin hidup, karena hal itu bertolak belakang dengan pandangan yang menyatakan pameran merupakan bagian dari proses dan bukan merupakan titik akhir dari proses berkesenian karena baik-buruknya karya sepenuhnya tergantung persepsi audien yang mengapresiasi, bagi seniman yang penting adalah mengkomunikasikan gagasannya kepada publik melalui karya dan gayanya masing-masing, mengadakan pameran tidak harus menunggu karya yang disajikan “berkualitas” menurut ukuran-ukuran tertentu yang terkadang dapat menimbulkan ketakutan pada perupa-perupa baru untuk menunjukkan karyanya kepada masyarakat.

Menurut salah satu peserta diskusi, Kerja jaringan juga menjadi elemen penting dalam memajukan seni rupa, perbedaan orientasi dalam berkarya seharusnya tidak menjadi kendala dalam berjejaring antar perupa dalam membangun kelompoknya masing-masing. Munculnya sekat antar komunitas maupun antara perupa akademis dengan otodidak yang sudah terjadi secara turun temurun musti dibenahi bersama, minimal bisa dimulai oleh generasi baru yang mempunyai semangat untuk terus mengembangkan seni rupa. Membentuk dan memperkuat jaringan dapat dilakukan dengan berbagai cara, apapun bentuknya perupa diharapkan bisa saling berinteraksi dengan siapapun baik dengan antar perupa maupun dengan lintas disiplin ilmu yang lain sehingga akan muncul kemungkinan-kemungkinan baru yang bisa dikembangkan bersama.

Ada peserta diskusi mengungkapkan bahwa karya yang “besar” selalu diiringi oleh wacana yang kuat, untuk itu kegiatan-kegiatan yang disertai forum diskusi perlu dikembangkan dalam memajukan wacana seni rupa mengingat ajang diskusi seni rupa jarang terjadi di Solo, meskipun ada itupun masih terbatas pada forum yang dihadiri oleh beberapa orang dan tidak berjalan secara berkesinambungan. Selain untuk meningkatkan kualitas karya, dengan semakin seringnya digelar acara diskusi dan apresiasi karya seni rupa diharapkan akan dapat melahirkan kurator-kurator baru, kritikus baru, penulis baru, pengamat seni baru dan elemen-elemen lainnya dalam mendukung perkembangan seni rupa yang sampai saat ini jika dilihat dari sumber daya manusianya yang secara intens bergerak di ranah seni rupa (khususnya yang muda) masih tergolong langka keberadaanya di Solo.

Acara diskusi Sumpah Pe(rupa)muda telah menghasilkan banyak hal dari pembicaraan yang dilakukan. Meskipun di menit-menit terakhir secara berangsur peserta diskusi semakin sedikit namun langkah-langkah strategis untuk menggairahkan iklim berkesenian di Solo perlu direalisasikan agar tak hanya berhenti pada teori. Untuk itu, Mari bergerak. (JN/GKS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar